31 March 2008

“MAAF, IKHWAN YANG ITU PACAR SAYA”

Oleh: Pizaro
Mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gedung Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tampak tinggi menjulang, bergaya timur tengah, begitu indah di pandang mata. Di sini mahasiswa terlihat lalu-lalang mengejar waktu yang memburu. Sebagian masih asyik bersenda gurau di basement kantin, ada yang baca koran, berdiskusi, menyiapkan acara di masing-masing BEM, atau sekedar duduk melepas penat. Sedangkan Leni dan Riri asyik menyeruput jus sirsak pesanan di kantin.

Mahasiswa yang terkenal aktif di BEMJ Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) ini, juga terkenal aktif memburu berita percintaan di kalangan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, bahkan majalah Jeda pernah ingin memakainya, maklum Ratu Gosip. Ketika ada kabar yang belum tentu kebenarannya, iya justru sudah mensosialisasikan ke setiap jengkal kampus. Walaupun kerap salah dan informasinya merugikan orang lain, ia tidak juga kapok. Ya namanya berita kadang benar kadang salah, begitu gumamnya.

Hari ini benar-benar ada berita heboh yang akan menggelegar, seorang akhwat kedapatan berduaan dengan seorang cowok. Leni yang menyebar kabar itu. Tak pelak, ia yang begitu mengagumi seniornya ini yang terkenal cantik dan berkepribadian menarik, langsung luntur dalam bayangan teladannya.

“Eh Riri, Masya Allah, Gue benar-benar gak nyangka Ri. Ka Ica yang begitu gua kagumi sosoknya. Ah gua benar-benar gak bisa ngomong Ri?”

Slow dong Man…. Slow…, Ada apa Len, kamu mah bikin aku penasaran aja”

Leni geleng-geleng kepala, mulutnya terasa tertutup rapat untuk menghembuskan barang satu kata pun. “Oh My God..”

“Lho emang kenapa sih Len?”

“Gua harap lo jangan kaget atas apa yang gua lihat tadi?

Riri mengangguk..

“Gua baru aja pengen ke kamar mandi lantai 7”

“Yang deket Turki Corner itu?” Potong Riri

That’s it!! Gua lihat sekilas Kak Ica lagi berduaan sama seorang cowok?”

“Ah biasa aja kali, mungkin ada keperluan kali, lagipula juga lo lihatnya sekilas”

Leni menggebrak meja dengan emosional dan berkata “Eh masih mending kalau berduaan aja, ini pake pegang-pegangan tangan, eh emang gua gak lihat jelas muka cowoknya, tapi itu tetap cowok.”

Astaghfirullah aladzim, sumpeh Lo?”

Leni mengangguk kecewa.

Keesokan harinya….

Ka Ica yang terkenal berkepribadian santun di seantero UIN Jakarta, sedang bersiap-siap menuju kampus, ia kunci rapat kamar kosnya. Tasnya sangat berat, karena di dalamnya terselib buku History of Arabs karangan Phillip Kitti.

“Sini aku yang bawa sayang” ucap seorang cowok berperawakan sedang. Di depan kos mereka menangkring motor Honda tahun 80an.

“Ah tidak usah, aku aja yang bawa, kamu langsung aja balik, gak enak nanti dilihat banyak orang”

“Ya sudah malam minggu Ukhti ada di rumah kan? Aku apel ya?”

“Iya dong say, kan sudah jatah kamu mulai saat ini?” belay Ka Ica pada pipi sang cowok berkulit sawo mentah.

“Hmm kita nonton apa Ukh?”

“Ayat-ayat Cinta aja oke?”

“Oke deh..” ucap pasang cowok sambil memakai jaket hitam.

Leni dan Riri yang hobinya nonton detektif Konan, ternyata bersembunyi di balik Rental Ijul yang tak jauh berjarak dari kost Kak Ica, yang sering diebut “Gua Hira” karena tempatnya nyempil.

Lailahailallah, Laknatullah benar-benar Ukh Ica, ternyata apa katamu benar Ri. Aku gak habis pikir”

“Ssssstttt, entar kita ketahuan, Lo diam aja dulu. Gua udah siapain kamera untuk merekam ini semua”

“Hehe.. gak percuma kamu ikut seminar sehari inteligensi di Ushuluddin”

“Kayaknya cowoknya Ikhwan juga?”

“Ah kalo Ikhwan moralnya begitu, sorry lah yau..”

“Eh kayak Kak Pizaro ya?”

“Ah lo ada-ada aja, dia kan di rumah, lagi ngerjain revisi pusing katanya. Jadi deh dia katanya iseng nulis cerpen. Lagian kak Piza itu kan gemuk, lha cowok yang ini badannya sedang-sedang melentung gitu.”

“Iya tuh sombong banget ya Kak Piza, jarang ke kampus lagi. Gak asyik”

“Huush kok jadi ngomongin dia”

Kaki Riri yang mencoba mundur tak sengaja menginjak batang kayu yang mulai reot.

Guuubbrrraakkk..!!”

Mata Kak Ica spontan mengikuti arah suara yang mengagetkan.

Riri dan Lani panik kalang kabut, mereka cepat-cepat memepet tubuh hingga balik tembok.

Kak Ica menghampiri sumber suara, radiusnya sekitar 7 meter saja dari kost. Ia berjalan cepat karena takut ada apa-apa, atau mungkin maling motor yang marak di Ciputat. Ia celingak-celinguk. Matanya terus mendekati tubuh Leni dan Riri yang semakin berlindung di balik dinding rapuh.

Leni dan Riri, sama-sama menahan suara agar tidak kecium Kak Ica. Namun Leni yang lebih kacau, ia ingin sekali bersin, karena hidungnya kemasukan debu dari kayu reot yang patah.

Jari Riri sesekali mencubit paha Leni agar menahan bersinnya.

Kak Ica mendekati ke mereka, langkah gontai semakin jelas terdengar.

Riri begitu kencang mencubit Leni. Kalau cubitan yang ini, murni karena Riri sangat tegang.

Dan…. “Hay kak, lagi ngapain?” Tanya Ijul yang muncul dari Rental komputernya

“Eh Ijul.. oya gimana ketikan Kakak udah beres?” selidik Kak Ica

“Dikit lagi kak, ini tinggal ngerjain SPSS-nya aja?” jawab Ijul

“Iya itu jul, Kak Ica gak dapet SPSS-nya, sudah Tanya ke AIDA katanya juga lagi error”

“Yeh santai aja lagi kak, temen Ijul di Ekonomi punya kok?” Gumam Ijul

“Syukron ya Jul. Oya Jul kakak buru-buru nih mau ke kampus, ada janji sama teman bikin proposal FKM BPI”

“Tapi entar dulu kak, oya Sekolah Psikologinya jadi gak entar malam?”

Insya Allah, kamu sudah dua kali gak ikutan lho, yee… curang”

“Pematerinya siapa kak?

”Kak Jawa, sekarang masuk bahasan Sheldon”

Insya Allah deh kak dateng”

“ÓK aku tunggu lho, kalau gak aku hipnotis”

“Hehehe galak amat, dimemori Quantum aja kak”

“Afwan”

Leni dan Riri masih bersembunyi di balik tembok. Kaki mereka mulai gemetaran, Tangan Riri bak diikat, karena sedari tadi menyumpal mulut Leni. Ketika Kak Ica pergi barulah mereka tenang. Dan “Haahaahsssssyyyyyyyyyiiimmmm” Bersin Leni menggelegar.

Hari ini UIN terasa sumpek, hari kamis. Seperti biasa banyak sekali seminar dan kegiatan mahasiswa, Stan-stan ramai bergeletak di parkir SC. Dari mulai menawarkan kegiatan pengisi jiwa seperti training mahasiswa, jualan bunga lengkap dengan potnya demi menyambut penghijauan, sampai bazar-bazar buku yang harganya turun total. Ica coba mampir, ia dengan serius membolak-balik buku Sybill edisi lama yang bersampul biru.

Semenit berlalu, gentian ia sambangi temannya yang menjaga stan, Dela namanya. Dela kebagian menjaga stan TOEFL yang diselenggarakan UKM Bahasa Flat. Ia terlibat pembicaraan serius. Dari kejauhan terlihat Dela berusaha menahan tawa, ia tutup bibir kecilnya dengan tangan. Senyum menyeringai menyiratkan ada sesuatu kelucuan mendera.

Sedangkan Leni dan Riri berusaha mengejar lift. “Wait…wait..”

“Ih Si Leni buru-buru amat“ sergah Rangga.

“Eh gua mau ngomong sama lo”

“Ngomong apa Len”

“Gawat… ini gawat”

“Ih Si Leni gawat apanya?” Tanya Rangga, senior BPI yang terkenal alim

Leni menceritakan panjang lebar kejadian yang membuatnya curiga bahwa Kak Ica mulai berani berdua-duaan sampai pegangan mesra sama cowok. Baginya perbuatan Kak Ica itu mencoreng nama baik BPI. Ia tidak mau nama BPI tergores. Apa jadinya kata dunia ada mahasiswi alim di BPI yang kumpul kebo. Lagipula apa jadinya mahasiswi yang populis sebagai “artis peradaban” tidak tahan terhadap belaian pria.

Rangga didera shock theraphy. Jantungnya bedegup atas cerita Leni. Ia sangat tidak menyangka, atas tingkah nista Ica tersebut. Leni benar-benar berhasil menyihir Rangga.

Lift sampai lantai 5, seorang mahasiswa masuk. Wajahnya bersih, tampan, dan berpenampilan rapih. Sontak ia berhadapan dengan Leni yang tepat berdiri di depan lift. Leni bergeser.

Matanya mulai nakal, ia perhatikan sesekali sang mahasiswa. Dalam hati Leni berkata “Masya Allah cucok juga nih cowok”.

Di sisi lain, isu percintaan Kak Ica sudah menyebar ke seluruh mahasiswa BPI. Dari mulai semester satu, tiga, lima, tujuh, dan sembilan. Bahkan beberapa dosen dan kajur kebagian infonya. Ini semata-mata karena Kak Ica memang bak seleb di BPI. Jadilah informasi cinta Kak Ica pasti laku bak kacang goreng. Beberapa orang masih penasaran. Mereka mencoba mengklarifikasi ini ke Ica, namun HP Ica tidak aktif, kost Gua Hira-nya juga terkunci kuat dengan dua gembok.

****

Hari ini Forsik digelar, para peserta tumplek ruah megisi Ruang 5.01 di lantai 5. Pembicara belum juga kelihatan batang hidungnya. Namun entah kenapa Leni punya rencana lain, ia datang ke Forsik untuk memberi bukti skandal. Ia siapkan rekaman itu, apalagi diskusi Forsik kerap memakai infokus. So Leni ingin menyiapkan kejutan.

Akan tetapi Leni agak kesal, Kak Ica ternyata tidak ikut Forsik. Beberapa teman-teman BPI juga kecewa Ica tidak datang. Padahal kedatangan Ica begitu ditunggu untuk menjelaskan lelucon dari perbuatannya selama ini.

Di kursi belakang, bukannya serius untuk mendengarkan Forsik, tapi ia malah sibuk memikirkan situasi Kak Ica berada saat ini. Ketika melamun, pembicara datang dengan mengenakan jas coklat muda. Materi kali ini tentang Konseling Profetik.

Ketika pembicara duduk di depan, sontak Leni tidak mengira “Oh My God inikan cowok yang tadi satu lift”. Ah Leni tidak bisa menahan pandangannya. Ia tatap lekat-lekat wajah pria tampan itu; sejuk, ramah senyum, rapih, dan bersih. Ah beruntung sekali wanita yang dipinangnya.

Ia menelan ludah, ada gurat cinta di hatinya. Yup cinta pada pandangan pertama. Tutur bahsanya enak didengar ketika menjelaskan. Intonasi suaranya jelas. Ah Leni benar-benar terbuai. So untuk melampiaskan kesukaanya, Leni sengaja bertanya banyak hal tentang konseling profetik.

Makin bertambah lipat hatinya, cara menjawabnya begitu detail, memang pintar sekali. Leni berpikir dua kali untuk mengumbar skandal Kak Ica, bisa hancur wibawanya bila dilihat sang pembicara. Namun sesekali hatinya juga berontak. Ia pikir, bukankah ini justru menjadi dakwah untuk memberi tahu atau tepatnya memberi pelajaran pada Ica bahwa caranya salah berhubungan dengan seorang pria. Sekalipun Ica adalah sosok mahasiswi teladan baginya. Jika tidak diumbar sekarang, malah akan menjadi boomerang baginya, bahwa ia adalah tukang gossip, penyebar berita palsu, tukang fitnah. “Astaghfirullaaladzim” cetusnya.

Ketika Forsik selesai dan pembicara izin pamit, Leni menahan teman-temannya untuk tetap duduk di tempat. Ia siapkan infokus. Sebelumnya ia berdiri di podium, sekedar menjelaskan apa yang akan dilihat teman-temannya nanti, murni sebagai rasa cintanya pada Kak Ica, sesama teman dan keluarga besar BPI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Teman-teman yang lain gantian menyibir Leni, “Ya sudah kamu tunjukkan kalau kamu memang tidak menyebar berita bohong, karena tidak mungkin seorang Ica melakukan perbuatan nista itu” sergah Rangga.

“Betul kata Rangga, istighfar Leni, apa yang kamu katakan akan dicatat oleh Allah” umbar yang lain.

Suasana menjadi tegang, Leni tidak sendirian ada teman-teman lainnya yang akan mem-backup. “Saya sepakat sama Leni, lebih baik kita buktikan saja siapa yang benar dan siapa yang salah, ini kan buat kebaikan BPI juga. Kita akan menarik pelajaran dari ini semua, bahwa kadang tampilan bisa menipu. Ingat kawan!!” bela Riri, teman detektif Leni

“Astaghfirullah, apa maksud kamu Riri?” tanya yang lain

“Iya saya juga satu suara sama Riri, kita berbicara fakta nanatinya, bukan memandang karena Ica adalah bidadari BPI, teman kesayangan kita semua” seloroh Mahasiswa yang duduk di samping Riri.

“Sudah.. sudah… langsung saja Leni kamu putar” Suruh Rangga

Leni tanpa panjang kata mulai memasukkan CD ke Laptop. Dan gambar yang diceritakkan Leni benar benar kenyataan.

“Sini aku yang bawa sayang”

“Ah tidak usah, aku aja yang bawa, kamu langsung aja balik, gak enak nanti dilihat banyak orang”

“Ya sudah malam minggu Ukhti ada di rumah kan? Aku apel ya?”

“Iya dong say, kan sudah jatah kamu mulai saat ini?”

“Hmm kita nonton apa Ukh?”

“Ayat-ayat Cinta aja oke?”

“Oke deh..”

Semua orang terperangah, “Masya Allah” ucap Rangga

Astaghfirullah” Ketus yang lain

“Ahhh”

“Ini Gila” Kata Riri

Imposibble” Ucap Novi

Leni mulai buka suara di rerimbun gelengan kepala teman-teman. Rangga hanya menunduk malu. Novi menangis, ternyata Kak Ica yang rajin dakwah.. Ah begitu memalukan. Yang lain pun serupa.

“Jelas kan sekarang” kata Leni dengan suara lantang

Riri merasa puas. Dia lega kerja kerasnya bareng Leni membuahkan hasil.

“Ini mesti diproses” Keluh Novi kesal

“Iya ini sudah memalukan kita semua. Kita sudah jatuh. Hanya karena seorang pria, tega sekali Kak Ica menyakiti kita semua. Ia yang tiap hari bicara aturan yang seharusnya antara pria dan wanita ternyata adalah pembohong, munafik. Hhh aku sudah curiga, tidak mungkin seorang wanita menahan rasa cintanya pada pria yang dicintainya. Persetan dengan simpan dalam hati.” Seruput Leni

“Afwan, ikhwan yang itu pacar saya!!” suara Kak Ica dari balik tembok, begitu keras menghujam keheningan.

Semua mata terperangah ke arah Ica.

“Siapa yang bilang akhwat gak boleh pacaran?” tantang Ica

Novi yang satu aktivis dakwah dengan Ica menggelengkan kepala, dan hanya bisa berkata “Kau sudah berubah Ukh, siapa pria itu? Apa maksud kamu?”

“Iya itu pacar aku Nov” jawab Ica dengan senyum lebar

Rangga terlihat bingung. Leni tidak paham.

“Ikhwan yang jadi pembicara tadi itu pacar saya lho hehehe”

“Hehehe betul, aku jadi saksi kok jadian mereka. Wong lagi nembaknya, Dela yang mengantar ikhwannya” ucap Dela yang tiba-tiba muncul

“Mana cowoknya itu?” kurang ajar betul dia” Gertak Novi

“Ini lho pacarnya kak Ica, kebetulan ini kakak Dela juga” Dela menarik sang ikhwan yang kembali masuk ke ruangan.

“Pacaran setelah nikah itu asyik lho. Aku gak takut lagi deket-deket sama si mas. Ini cincin nikah kita. Sebelumnya saya minta maaf karena belum sempat memberi tahu teman-teman. Saya tidak mau mengganggu aktivitas kita sekalian yang sebentar lagi UAS dan tengah sibuk karena penyelenggaraan CRUCIATUS, nah makanya sekarang setelah semuanya kelar, kita mau mengundang teman-teman sekalian. Ini undangannya, bagus kan??”

Novi langsung memeluk Ica sambil sesenggukan meneteskan air mata “Maafkan aku teman sejatiku, aku sudah suudzon padamu, kau yang sangat kubangga sebagai mahasiswa berprestasi di BPI. Ah subhanallah ternyata kamu sudah menikah Ca, Allah begitu menyangimu wahai wanita yang baik budinya. Kamu kemana selama ini Ca, kami semua mencemaskanmu?”

“Afwan Nov, aku sedang honeymoon, gak bisa diganggu. Ini baru pulang dari Gunung Sindur, biasa pengantin baru ada aja maunya.”

“Ih resek” cubit Novi di pipi Ica.

“Makanya cepat nikah dong, Si Aa mau dikemanain teh?” gantian Ica yang menyubit pipi Novi.

“Si Aa siapa?” Novi balik menginjak kaki Ica.

“Aa Aa A… Ada dehhh” Canda Ica yang membuat Novi memunculkan senyuman manisnya.

Rangga lega, walau sedikit menyesal karena telat melamar. Akan tetapi, sebagai pria berpikiran dewasa, ia ikhlas karena Allah pasti memberi yang terbaik jika hambanya bertakwa. Begitulah Islam mengajarkan. Semua orang kini menyami Ica dan sang pacar.

Lalu bagaimana nasib Leni? Dengkul Leni langsung lemas, kemudian ia tergeletak pingsan karena shock. Sang pujaan ternyata sudah sah menjadi milik Ica. Keburukan dibalas kebaikan, sekarang giliran Ica yang sibuk mengurusi Leni agar cepat siuman.

29 March 2008

BAGIMU ADALAH PSIKOLOGI TAUHIDKU, NABI IBRAHIM

SISY ALVIANNA ANATASI RAYSA
Mahasiswi Fak. Psikologi
Universitas Gajah Mada Jogjakarta

MALU PADA BAPAK PARA ANBIYA
MALU DAN TAKUT PADA ALLAH SEMATA
TANPA PERNAH BERUJAR KATA-KATA
JALANKAN PERINTAH TIADA BANYAK BICARA

Assalamualaikum Wr.Wb

Ikhwatifillah...
pernahkah kita berpikir bahwa keimanan kita belumlah terlalu tulus untuk mencintaiNya. Bahwa kita selama ini masih merasa malu bahkan takut untuk menjadi hamba yang total takluk padaNya smata-mata karena ingin meraih takwa. Bahwa selama ini ketakwaan kita adalah kamuflase fatomorgana dunia. bawha selama ini sholat kita dan nafas kita bukan dilandasi karena iman yang kuat, tapi smata-mata penghargaan karena manusia, semua itu palsu, bohong, sebutlah diri kita munafik. Ingatlah Iman dan takwa yang kuat tidak pernah menangis karena faktor pria dan wanita yang dicinta atau harta yang dipuja, bahkan kekuasaan yang durjana

Ikhwatifillah...
Ingatlah sisipkan psikologi tauhid dari Nabi Ibrahim, yang mengajarkan pada kita bahwa Tuhan menjadi segalanya dalam setiap waktu yang getir. waktu yang memaksanaya harus kuat mental menyembelih sang anak tercinta. waktu yang memaksanya untuk meredam kognisi nafsu dan mengalihkan menajdi kognisi luhur, siap mati karena musuhNya..

Ikhwatifillah...
Belajar dari Ibrahim menjadikan kita tersadar bahwa di atas segala kehendak adalah Tuhan yang menjadi decision maker kehidupan kita. Ingatlah jika selama ini ibadah kita dan lantunan puisi indah kita ternyata berlandaskan topeng, ingatlah juga bahwa jerih payah kita selama ini adalah kesia-siaan. keringat kita penuh tetesan kotor. bau badan kita karena dakwah penuh kebusukan...

Nabi Ibrahim mengajarkan pada kita bawha ia juga hidup karena Tuhan, ia menjadi mengerti cinta karena Tuhan. takada jalan mudah untuk mnegakkan aturanNya. Ketika Tuhan menjadi segalanya, jangan pernah putus asa untuk berkorban atas nama Tauhid. Apakah kita pernah berpikir buat apa susah payah menjdi Islam? Karena menjadi adalah mengada, dan mengada bagi muslim adalah suatu Fase menuju Umat yang mencintaiNya.. Filsafat kita adalah filsafat tauhid. dan psikologi kita adalah psikologi tauhid.

sERING KITA MERASA TAKWA TANPA SADAR TERJEBAK RASA
DENGAN SENGAJA MENCURI-CURI.. DIAM-DIAM INGKAR HATI
PADA ALLAH MENGAKU CINTA
WALAU PADA KENYATAANNYA
PADA HARTA.. PADA DUNIA...
TUNDUK SERAYA MENGHAMBA..

BELAJAR DARI IBRAHIM
BELAJAR TAKWA PADANYA
BELAJAR DARI IBRAHIM UNTUK MENCNTAI ALLAH..

TIADA ADA KATA MENYERAH UNTUK TAUHID...

JANGAN PERNAH BERSEDIH KARENA CINTA, KARENA SEMUA MANUSIA AKAN BAHAGIA DENGAN DIDAMPINGI CINTA SEJATI...

So, bertauhid dengan total, so what gitu loh????

Wasalamualaikum wr.wb

28 March 2008

SEPARUH DARI KEHIDUPAN INI TELAH HILANG

Sunnah
Mahasiswi IAIN Raden Untan Bandar Lampung
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris

separuh dari kehidupan ini t'lah menepi menemukan tempat yang dingin tanpa ilistrasi lagi
tanpa kemenangan atas segala keinginan untuk menemukan penghargaan
semua menjadi indah kala penghapusan dosa t'lah menjadi rujukan,
semua akan tertawa dengan berat menanggung beban.
tepi, separuh dari jiwaku masih terasing dalam keterpaksaan
separuh dari jiwaku masih terasing dalam isyarat-isyarat sunyi
tak menemukan satu katapun dari ilham-ilham yang meratap dan menggelepar.
jika ketabuan menjadi sebuah tanggungan yang harus dipanggul dan tak diturunkan,
maka aku ingin turut bersama angin dengan kenikmatannya,
takpernah berhenti meskipun hanya sebentar,selalu menyelimuti asmara dengan segala bentuk rupa,
selalu mengisi kekosongan walau terpaksa
kulihat_jiwa-jiwa disana masih mengumpat,
membicarakan hal-hal yang tak semestinya terdengar.
menunjukkan hal yang semestinya tak harus dilihat.
tapi tetap saja menempati ruang yang lekat.tetap saja mengikuti jejak-jejak kaki yang penat.
apa hinanya alam jika tetap berisi nyawa-nyawa yang tak bertanggung jawab ?
aku ingin menyatukan nurani dengan separuh jiwa yang sesat.
aku ingin memberikan intuisi pada separuh jiwa yang pekat.
tanpa harus menguliti kepalsuan-kepalsuan yang tak mau lari dari penghambaan.
tanpa harus bercanda dengan kilatan-kilatan ditengah awan yang mengatakan murka.
aku ada, aku akan melawan
jika redam katiadaan ku telah mengurungku
tak ada satupun yang tak kutentang.
tak ada satupun yang akan kubiarkan
semua harus paham,semua harus mengerang.

TARIAN KEMATIAN UNTUK ADIKKU

Sunnah
Mahasiswi IAIN Raden Intan Bandar Lampung
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris

sebelum semua kejadian memaksaku
tuk katakan dunia ini hanya ada hitam.
kugubahlah intonasi cerita yang aku tunggu beberapa saat yang lalu,
meskipun tak satu orangpun akan menyapaku
sebelum keringat menjadikan darah,
air mata ynag ada takkan kubiarkan tumpah
dengan izin atau tersembunyi.
tlah cukup terganggu
dengan inspirasi buta yang memaksaku katakan
tak ada yang setia,
semua harus berkelana,semua_ satu persatu harus pergi mencari jalan sendiri-sendiri, dengan senyum atau berat hati.
keterpaksaan atau ketidak percayaan dengan kehendak tanpa batas harus segera ditancapkan, tanpa penyesalan.
sebenarnya,
keinginan untuk menepis kebutaan itu ada,
tapi alam bawah sadar tak menemukan peristiwa yang bisa membuat risau menjadi reda_semua terhapus,semua mengarang dan hilang tertiup angin.

23 March 2008

MENJADI ISLAM PSIKOLOGI YANG POSITIVISTIK

SISY ALVIANNA ANASTASI RAYSA

Mahasiswi Angk. 2006 Fak. Psikologi UGM
Peminat Sains

Pertama-tama izinkan saya mengucapkan selamat wisuda terhadap saudara Pizaro dari UIN Jakarta. Termakasih atas dialogia dan tukar-tukaran wawasan selama ini walau terpisah ruang dan waktu. Kelak ilmunya akan bermanfaat dan berguna bagi dialektika psikologi dan Konseling Islam. Ini permintaan yang boleh dipenuhi boleh tidak, boleh kan skripsinya dikirim ke Jogja sebagai pembelajaran ke depan bagi saya, yang terbilang diberi hidayah oleh Alloh Subhana wa Ta'ala untuk mencintai psikologi dan kelak berguna bagi teman-teman se-diskusi di UGM. S2 dimana mas? Semoga, Amin.

Jeruk mkan jeruk tak berlaku bagi saya, mungkin karena sudah menjadi adat di UGM untuk menysihkan idiom nepotis dalam dialog. dan akhirnya saya juga ingin menghantam pandapat seorang teman yang sama-sama dari UGM. Dalam hal ini tulisan saya lebih mencoba untuk mengklarifikasi tudingan atas mungkin lebih ke arah Suudzon wilayah positivistik yang disisihkan konten psikologi Islam. Dlam tulisannya, Alicia Putri yang kebetulan saya tahu mahasisawa Idealis , tampak serius membahas area positivistik yang trelampau remeh dikaji personil psikologi UGM.

Sya pikir ini bak bola panas, yang akhirnya coba dilwan tanding sahabat saya, sdr. Pizaro yang membri bukti bahwa tuduhan sdri Alicia jauh panggang di ats api. nmun yang menjadi perhatian saya, kok bisa mahasiswa UGM tidak mengerti manifesto Islam dan Psikologi dan (mungkin) terlalu membuat pusing sdr. Pizaro, (mungkin) makanya Pizaro tidak balas-balas lagi suratnya. Padahal jawabannya sudah sangt jeals sekali, kalau saya jadi Alicia saya sudah paham betul dan permaslahan selesai. saya denagn seorang teman, sampai mau berkata jangan..jangan?

Alicia mahasiswi yang cantik, secantik pemikirannya, sebagai seorang jilbaber yang dikritik, saya hanya mau menyampaikan, ada mainsteram yang tidak jelas dalam Filosofi kritik yang digugat Alicia.

Dalam sejarahnya arti dari sentuhan positivistik dari Barat, toh juga belum sampai titik maksimal, saya tahu pasti dari sekian psikodiagnostik yang saya pelajari, tidak semua bermuara pada penyelsaian utuh dalam mencari identitas manusia. ketika saya, memakai jilbab panjang dan tertutup, apakah gambaran diri saya akhirnya mendefinisikan seorang Sisy tidak suka mendenagrkan perasaan orang lain dan terkesan introvert karena terurai denagn jilbab panjang.

Kedua, saya sepakat problem worldview mesti dirubah. adalah waktu dan kerja keras yang akan memberikan gambrn ideal antara ranah postivistik dan psikologi Islam. saya yakin, itu bisa. bahkan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam sudah memulainya.

apa yang diteliti kawan-kawan (maksudnya anak-anak Jamaah Sholahuddin atau Jilbaber, atau alim ulama?) dalam mencari ruang positivistik yang bermain di psikologi Islam, saya kira perlu diapresiasi. Ini tonggak yang membuktikan, kita gentle bertarung. Kita bukan penegcut, karena ISLAM menghargai ilmu pengetahuan.

apa yang terjadi di Renaisans mempunyai garis pembatas yang beda. Doktrin gereja mengontrol penuh ilmu, berbeda dengn Islam yang menghargai bukan mengontrol, selebihnya Islam memberi cara pandang dengn rasionalisasi, bukan Otokrasi layaknya Gereja dalam masa sebelum Renaisans.

Kita memang butuh banyak waktu, diskusi dan pemikiran, dan jangan aneh ada DSM ala psikologi Islam untuk menjelaskan penyakit hati. Kita yakin itu nantinya. ini bukan sekedar omong kosong.

Sya juga yakin prospek Bimbingan dan Penyuluhan atau konseling Islam akan segera mendulang decak dunia, karena sentuhannya yang lebih mendalam. terkadang Ilmu yang kompleks, toh tidak juga melahirkan penyelesaian yang optimal, bnayak sentuhan Agama dalam basis psikologis dari kalanagn konselor muslim (sekalipun bkan berasal dari profesiona) justru digandrungi ketimbang psikolog atau Doktor Psikologi. Ini yang kita katakan sebagai pemahaman kasus dengn melihat karakter dan kultural konseli.

Jangan terlalu berpikir jauh atas kerja keras yang dilakukan kalangan psikolog muslim, itu smeua dilandasi atas kecintaan terhadap manusia dan ilmu, bukan saling sikut-sikutan untuk sok berkata "aku yang terbaik" dan yang lain tidak ilmiah. kita tunggu siapa yang akan memberi ketentraman di dunia? Selamat datang dalam ranah aksiologis


18 March 2008

RASANYA LAMA BETUL.. RASANYA LAMA BETUL..

ALICIA PUTRI
Uuuuhhhh kok gak ada tulisan buat Alicia lagi atau Ukhtina Alicia. Kangen niy diskusi lagi. Gw ada masalah bro yang bikin stresssssss
Ke mana ya orang yang namanya Pizaro itu??? Hey kamu gak parno kan diskusi sama gw? Kenapa posting gw yang terakhir gak dibales???

Ada yang tau gak???


Pesan Untuk Tuhan
Tuhhhhhaaaaaaaaaaaannnnnnnn
Kenapa harus ada engkau....
Jika Kau Maha ketenangan
Tapi kenapa ada Uhud, Yarmuk, Khandaq...

Nietsczhe itu kurang ajar, dia bilang Kau telah dibunuh oleh kita semua...

Psikologi Tuhan
Memories, Dreams, and Reflection
I think www.psikologikehidupan.blogspot.com is better than www.tasbih-muda.blogspot.com
Bulak urang nyookkkk

12 March 2008

Terapi Penyakit Hati dalam Tafsiran Islam

Oleh: Abdul Hasyim
Mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta

Hidup pada zaman sekarang telah menuntut manusia selalu waspada. Mulai dari membuka mata sampai menutup mata kembali, karena manusia sering sekali disuguhiolehkemaksiatan dan dosa.
Beruntunglah bagi mereka yang mampu menghindarinya. Celakalah bagi mereka yang terbawa oleh arus dosa dan kemaksiatan. Karena jika manusia terjebak dalam dosa dan kemaksiatan, berarti manusia telah menanamkan pengaruh berbahaya dan buruk bagi hati. Hati menjadi tertutup, gersang, dan terasa gelap. Kegelapan itu benar-benar nyata di dalam hati, maka seseorang akan jatuh dalam perkara-perkara syubhat dan mengikuti syahwat. Akibatnya seseorang akan jatuh dalam perkara-perkara syubhat yang dapat merusak hati dan menghancurkan hatinya tanpa ia sadari.
Kedua penyakit tersebut telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-baqarah, 2: 10).
Menurut Hamdan Bakran Adz-Dzaky, penafsiran ayat diatas ialah, “…Apabila seseorang individu, akal, fikiran, hati, dan seluruh tubuhnya kotor dan penuh dengan karat-karat kedurhakaan dan dosa kepada Allah SWT, maka seseorang akan mengalami kehancuran dalam kehidupannya…”
Dosa juga dapat mengubah hati, dari sehat dan lurus menjadi sakit dan runtuh. Karena dosa, hati seseorang akan tetap sakit dan payah. Makanan yang bergizi untuk santapan hidup tidak bermanfaat bagi manusia. Bekas penyakit di badan dan dosa merupakan penyakit hati. Tiada obat untuk menyembuhkannya selain meninggalkan maksiat.
Menurut Ibnu Qayyim yang didikutip oleh Salim Bazemool dalam bukunya “Terapi Penyakit Hati” mengatakan, bahwa:
“Orang-orang yang telah datang dan pergi menuju Allah SWT, mereka sepakat bahwa hati tidak diberi cita-cita, sampai seseorang itu kembali menuju Allah SWT, dan hati tidak akan sampai kepada tuhannya kecuali seseorang benar, sehat dan bersih. Keadaan sehat, benar, dan bersih tidak akan tercapai bila penyakitnya tidak berbalik. Di sinilah jiwa membutuhkan obat.”
Bagi kehidupan manusia, setiap penyakit yang diderita olehnya baik itu yang bersifat jasmani maupun rohani dapat diantisipasi oleh terapi yang berdasarkan al-Quran dan As-Sunnah. Dewasa ini, sangat banyak sekali terapi-terapi menjamur terutama di Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan kurang responnya pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Departemen kesehatan terhadap praktek-praktek terapi ilegal yang membahayakan fisik dan fsikis manusia. bagaimanapun juga, Setiap penyakit mempunyai dampak yang tidak baik dan dapat merusak diri maupun merusak lingkungan sekitarnya terlebih lagi penyakit hati.
Karena itulah agama Islam memerintahkankan kepada setiap manusia untuk mengobati setiap penyakit yang dideritanya, khususnya penyakit hati yang kronis. Dalam hal penyakit jasmani sudah banyak yang diketahui dan dipraktekan oleh para dokter-dokter spsesialis. Sedangkan bagi penyakit yang bersifat rohani dalam hal ini adalah penyakit hati belum banyak dokter-dokter mendiagnosinya. di sini sangat diperlukan sekali integrasi pengetahuan seorang dokter terhadap pengetahuan agama dan alam.
Sebagaimana Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya:
“Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Yunus,10:57).
Sebagaimana Aba Firdaus Al-Hawani dan Sriharini, mengintepretasikan ayat di atas ialah, ”Bahwa agama itu diturunkan oleh Allah untuk obat bagi penyakit-penyakit hati yang ada di dalam dada manusia. Dengan mengamalkan ajaran-ajaran Allah secara sungguh-sungguh, disertai manfaat yang benar sesuai dengan petunjuk al-Qur’an, maka manusia akan dapat menemukan obat bagi penyakit-penyakit di hatinya.”
Dalam agama Islam semua penyakit merupakan Sunnatullah (hukum alam) yang tidak dapat di ganggu-gugat kepada seluruh ciptaan mahkluk-Nya, baik manusia ataupun hewan. Spesifikasi penyakit pada manusia disamping sebagai musibah di dalamnya pun terdapat suatu hikmah yang sangat besar. oleh karena itu, menurut Ibnu Qayyim yang dikutip oleh Abu Affan, beliau berkata, “jika kita menyebutkan hikmah yang terdapat dalam diri kita, pada ciptaan dan kekuasaan-Nya, maka akan kita temukan lebih dari sepuluh ribu hikmah. akal dan pengetahuan kita sangat terbatas untuk dapat menangkap hikmah yang ada balik penyakit. dengan demikian, manusia akan menyadari betapa lemahnya seorang manusia dihadapan Tuhannya.”
Peranan agama dalam kesehatan jiwa seseorang sangat relevan. Dalam hal ini, menurut Abdurrahman M. Al-Isawi, mengatakan bahwa, ”Islam banyak memiliki hal yang mampu menjaga kesehatan manusia secara fisik, akal dan kejiwaannya. Selain itu, Islam menjamin kehidupan harmonis manusia terutama pada dirinya sendiri, serta hidup harmonis bersama masyarakat di sekitarnya; Islam menjamin keharmonisan hidup antara kebahagian dunia dan akhirat.”
Manusia ditempatkan di alam semesta ini agar ia berusaha untuk mengembangkan kemampuannya dan meluaskan cakrawala pemikirannya dengan memperbanyak pengetahuan, dan menguatkan rohaninya untuk mencapai kesempurnaan. Dengan itu manusia diharapkan mampu untuk memenuhi tugas-tugasnya, yang merupakan kewajiban baginya dalam mengukuhkan kepribadian yang sehat dan jujur, demi mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat semakin keras usaha yang dilakukan manusia dalam menempuh di jalan ini. Tak ada yang lebih mampu memberinya keberanian untuk memasuki gelombang kehidupan yang bergelombang dan penuh problema, kecuali kepribadian yang sehat dan keimanan yang kuat.
Langkah yang pertama kearah perkembangan dan penyempurnaan pribadi adalah mempelajari cara-cara memanfaatkan kekuatan dan kemampuan yang tersembunyi pada diri, dan mempersiapkan diri untuk menyingkirkan segala faktor yang menimbulkan masalah dalam menuju jalan kesempurnaan. Kemudian langkah selanjutnya kata-kata dan tindakan tidak mengandung nilai yang berasal dari kedalaman wujud manusia. Kata-kata mengekspresikan kandungan pikiran, seakan-akan merupakan terjemahan dari rahasia-rahasia yang tersimpan di dalamnya.
“Bila perkataan seseorang bertentangan dengan tindakannya, atau tidak bertentangan akan tetapi ingin mendapat pujian dari orang lain yang mendengarkannya, atau ia melakukan sesuatu bukan merupakan keikhlasan hati, tetapi karena ia ingin dipuji oleh orang yang melihatnya, atau orang syirik kepada orang lain. Maka itu menunjukan kepribadian yang goyah dan mengakibatkan kehancuran dalam kehidupan manusia itu sendiri sehingga ia akan merana dan tersiksa di dunia dan di akhirat.”
Manusia diciptakan dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani. Unsur jasmani berupa tanah pada proses penciptaan Nabi Adam A.S. Dari saripati yang hina pada penciptaan manusia sesudahnya. Sedangkan unsur rohani adalah unsur Ilahiyah yang bersumber langsung dari Allah SWT. Unsur materi yang bersifat keberadaan (materi) mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan, makan, minum, pakaian dan sebagainya. Sedangkan unsur rohani yang bersifat immateri, mendorong manusia untuk taat beribadah, mensucikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua unsur ini selalu tarik menarik dalam kehidupan manusia. Bagi unsur jasmani yang tarikannya lebih kuat, maka ketika itu berada dalam penguasan hawa nafsu yang terlalu mendorong untuk berbuat kejahatan.
Hati, dalam al-Quran teraktualisai dalam kata qalb, fu’ad, dan shard. Tetapi, dibandingkan kata fu’ad dan shadr. Al-Quran lebih sering mengkiaskan hati manusia dengan kata-kata qalb, hal ini dapat dilihat dengan penggunaan term tersebut yang tidak kurang dari 132 kali dan termuat dalam 126 surat baik dalam bentuk tunggal maupun jamak.
Terlepas dari seringnya al-Quran menyebut kata qalb daripada kata fu’ad dan shadr tidak menyebabkan kata itu (baca: fu’ad dan shadr) menjadi tereduksi fungsinya. menurut Adz-Dzaky, mengatakan bahwa:
“Ketiga macam kata yang sering dipergunakan di dalam al-Quran secara umum mempunyai pungsi yang sama, yaitu ia sebagai wadah dan media Allah SWT di dalam menampakan ayat-ayat-Nya berupa gambaran dan pemandangan batin yang mengandung isyarat, pelajaran yang tinggi sangat bermakna dan penuh dengan hikmah-hikmah; ia sebagai wadah terbitnya firasat-firasat berupa suara dan bisikan ketuhanan yang mengandung perintah dan larangan, esensi keimanan dan kefasikan, esensi ketauhidan dan kesyirikan; ia sebagai wadah lahirnya rasa cita dan kerinduan, rasa sedih dan gembira, rasa keinsanan dan ketuhanan.”
Dalam konteks bahasa Indonesia terminologi qalb (kalbu) digunakan untuk menyebut hati, baik dalam pemaknaan secara konkrit (fisik) maupun abstrak (psikologis).
Dengan kata lain, “kalbu” adalah manifestasi dari aspek jasadi-rohani (psikofisik) manusia, hanya saja,”kalbu” lebih memiliki tendensi kepada sesuatu yang bersifat keilahian (teosentris). Melalui ”kalbu” manusia tidak hanya mendapat pesan suci Tuhan, tetapi lebih dari itu manusia dapat membenarkan wahyu yang sifatnya supra rasional, sekalipun rasionalitasnya menolak hal seperti itu, sebagaimana manusia membenarkan pengungkapan ayat-ayat Al-Quran tentang adanya transendensi perkara yang gaib, termasuk membenarkan pengalaman spiritual Nabi Muhammad Saw pada peristiwa Isra’Mi’raj. mengutip pendapat Fazlur Rahman, menurutnya, bahwa“…kesadaran akan hal transenden yang pada hakikatnya merupakan kesadaran Ilahiyah akan menciptakan ruang bagi Mi’raj manusia menuju Allah SWT, serta mengembangkan diri manusia itu sendiri. Tanpa itu, manusia akan terkurung dalam kemandekan dan keterbelahan...”
Kemampuan kalbu yang telah menghantarkan pada pengalaman spiritualitas manusia, religiusitas dan ketuhanan telah menjadikan manusia pada tingkat supra kesadaran yang memungkinkannya untuk mengimani wahyu yang bersifat supra rasional dengan berbagai tendensi yang ada.
Inilah yang menjadi pungsi utama dari kalbu, yaitu sebagai alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran:
“Dan sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”(Qs.al-a’raf,7:179)
Kalbu memiliki karakter yang tidak konsisten/ berubah-berubah (munqalib), seperti; yakin (QS. Al-Hujurat, 49: 17) dan ragu-ragu (QS. Al-Baqarah, 2: 10), menerima petunjuk Tuhan (QS. Al-Taghabun, 79: 11) dan buta dari petunjuk Tuhan (QS. Al-Hajj, 22: 46), merasa takut (QS.An-Naazi’at, 78: 8) ataupun keras melebihi batu (QS.Al-Baqarah, 2: 74). Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya disebut kalbu karena sifatnya yang berubah-rubah.” (HR.Thabrani dari Ibnu Musa)
Lebih lanjut, karakter “kalbu” yang tidak konsisten memungkinkan manusia untuk bisa terkena konflik batin. maka dari itu menarik untuk dikutip ungkapan Ahmad Mubarok beliau mengatakan:
“Interaksi yang terjadi antara pemenuhan fungsi memahami realita dan nilai-nilai (positif) dengan tarikan potensi negatif yang berasal dari kandungan hatinya, melahirkan suatu keadaan psikoligis yang menggambarkan kualitas, tipe dan kondisi dari qalb itu.”
Proses interaksi psikologis itulah yang mengantarkan hati pada kondisi dan kualitas hati yang sebenarnya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:
“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula. Ingatlah bahwa ia adalah kalbu.” (HR. Bukhari dari Nu’man Ibnu Basyir)
Dewasa ini, banyak terjadi perkembangan dalam pelbagai keilmuan. terutama dalam bidang psikologi terus berkembang. dalam hal ini seorang intelektual Muslim Indonesia menjelaskan tentang psikologi, menurutnya, bahwa:
“Psikologi modern telah menemukan berbagai macam ketidaknormalan jiwa seseorang yang mempengaruhi perasaan, pikiran, kelakuan dan kesehatan fisik. Kondisi perasaan yang tidak menyenangkan seperti frustasi (perasaan tertekan), konflik jiwa (pertentangan batin), cemas/ anxiety (semacam ketakutan yang amat sangat, tidak jelas sebabnya dan tidak mudah mengatasinya). Disamping itu dikenal pula gangguan kejiwaan (psycho neurosis) dan penyakit kejiwaan (psikosis).”
Dalam Psikoterapi Islam, semua kelainan tersebut dikatakan dengan satu istilah saja, yaitu ”penyakit hati,” namun tidak diuraikan kedalam kelompok-kelompok penyakit, seperti dipopulerkan oleh pakar Psikiolgi Abnormal belakangan ini.
Memang sebagaimana halnya badan atau lahiriah yang setiap saat bisa diserang penyakit-penyakit fisik, begitupun dengan hati yang tidak tertutup kemungkinan dapat terjangkit penyakit yang secara zahir keberadaannya tidak terlihat oleh mata telanjang, namun hati tetap merasakan penderitaan akibat penyakit tersebut.
Sebagaimana Sayyid Abbad Nuruddin yang dikutip oleh Rudhi Suharto dalam bukunya “Menerbitkan Cahaya Diri”menyebutkan, bahwa “ada empat tingkatan penyakit yang harus dikenali dan diobati. Pertama; penyakit yang menyerang pada bagian fisik. Kedua; penyakit yang berupa khayalan kotor. Ketiga; penyakit yang berada pada akal manusia yang selalu berhubungan dengan hal-hal yang tidak benar. Keempat; penyakit hati.”
Dalam hal ini ada dua tokoh sufi besar yang kedua-duanya sudah tidak asing lagi terdengar ditelinga kaum muslimin timur tengah maupun di Indonesia yang beraliran tasawuf sunni. Mereka adalah Imam al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah yang merupakan tokoh penting dalam khazanah pemikiran Islam terutama dalam membahas atau megkaji lebih detail tentang terapi penyakit hati dalam karya-karyanya yang monumental, yaitu kitab Ihya Ulum al-Diin dan Amradh al-Qulub wa Syif’uha. Di samping itu juga mereka dikenal sebagai Intelektual dan Ulama yang telah memberikan kontribusi luar biasa dalam mendidik dan melahirkan generasi pemikir Muslim yang tersebar di seluruh dunia.
Walaupun keduanya berbeda mazhab tetapi mempunyai satu tujuan yang sama, yaitu mengintegrasikan antara Ulama dan Umara. Imam al-Ghazali berpendapat bahwa seseorang yang terindikasi gejala penyakit hati lebih ditekankan pada aspek kelezatan duniawi saja dan menyampingkan sisi-sisi ke ukhrawian. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah seseorang yang cendrung perbuatanya kepada perkara syubhat dan syahwat.

Inses pada Anak dan Intervensi Psikologisnya

Oleh : Pizaro

Incest ialah hubungan seks antara pria dan wanita saudara sekandung. Secara legal mereka tidak pantas melakukan perbuatan tersebut, namun insting seksual terkadang tidak mengenal relasi sedarah.

Dampak Inses
Kempe (1980) menemukan bahwa para ayah yang melakukan inses, cenderung menjadi pribadi introvert dalam kehidupan sosial. Catatan menarik dikemukakan bahwa seorang anak yang menjadi korban inses, ketika dia menjadi ayah mempunyai kemungkinan untuk menuntaskan “dendam” dengan anaknya lagi.
Goode cenderung satu suara bahwa anak perempuan korban inses memang menimbulkan masalah tertentu dalam kehidupan sosial, karena statusnya yang membingungkan. Di satu sisi dia menjadi ibu, namun di sisi lain ia tetap seorang anak. Lantas bagaimana status anak mereka? Karena kakek si anak juga menjadi ayahnya. Jika dikatakan pernikahan adalah solusi, Goode justru sebaliknya. Kenyataanya, pernikahan tidak akan memecahkan masalah, namun hanya membuat keadaan menjadi lebih buruk.
O’Brien (1983) seperti disarikan Levine dan Salle menyatakan jika penggunaan anak-anak dalam rangsangan seksual, apakah melalui pornografi, kekerasan, atau inses mengakibatkan jiwa anak berada dalam tujuh hal penting.
1. Psikologis, pengenalan aktivitas seksual yang cepat akan memotong perkembangan masa kanak-kanak yang seharusnya. Anak-anak tidak mempunyai perasaan emosional yang tegar dalam mengasosiasikan seks.
2. Harga diri yang rendah, kekerasan seksual akan membuat anak menarik diri dari teman-temannya karena aib.
3. Eksploitasi, anak-anak akan menjadi ladang pemuas kebutuhan oleh orang dewasa.
4. Menjadi mudah terancam, karena anak-anak mengandalkan orang-orang dewasa, maka anak-anak mudah terancam. Penggunaan anak secara seksual menciptakan tekanan yang lebih dan kecemasan. Karenanya anak mulai mengintepretasikan ketergantungan sebagai suatu hal yang membahayakan.
5. Pandangan tentang seksualitas terdistorsi, meskipun beberapa anak tidak menyadari aib ini sampai usia dewasa. Kekerasan seksual akan menimbulkan cara pandang anak yang negatif dalam hubungan seksual.
6. Privasi anak, jika polisi atau praktisi anak tidak melakukan perlindungan, anak-anak korban inses sangat rentan untuk diekspos dalam majalah atau film porno.
7. Distorsi perkembangan moral. Perkembangan moral tentang betul dan salah berkembang pada waktu anak menjadi korban kekerasan seksual. Banyak kasus inses yang terjadi dalam keluarga yang saleh, disiplin, teguh menciptakan nuansa munafik dan bingung pada diri korban tentang aturan moral yang sebenarnya.

Intervensi Psikologis
Jan Osborn menilai bahwa agama menjadi coping psikologis yang efektif terhadap korban inses, ditambahkan olehnya bahwa intervensi sosial dapat mempercepat pemulihan psikologis korban Inses.
Kita sering melihat bahwa anak-anak yang mengalami gangguan jiwa seperti inses, sejenak ingin melepaskan tali kekang pikiran negatif dengan suasana riang gembira. Karenanya pendekatan terapi bermain amat diperlukan, namun ada baiknya anak perlu diikutsertakan secara aktif dalam terapi bermain. Seperti permainan dengan memakai media boneka, usahakan anak memainkan suatu peran. Dengan begini diharapkan konselor atau terapis yang enerjik, humoris, hangat terhadap anak, dan mengerti psikologi anak.
Selain itu intervensi psikologis yang juga menarik digulirkan adalah teknik-teknik dramatik seperti psikodrama. Karena menurut Jacob Moreno, pengembang psikodrama, bahwa dengan teknik dramatik, manusia dapat berusaha menciptakan atau menciptakan kembali suasana fisik dan emosional yang dikehendaki. Dan yang mesti dipahami adalah bahwa keaktifan dalam psikodrama tidak juga dimonopoli oleh konselor atau terapis, tapi juga anak. Apakah anak korban inses bisa memainkan peran dalam psikodrama? Oh ya kenapa tidak.

08 March 2008

SEARCHING IS OBJECTIVENESS OF PSYCHOLOGY (LETTER FOR AKHINA PIZARO THE LEADER OF FKM)

By: ALICIA BALDAN PUTRI AT GAJAH MADA UNIVERSITY, JOGJAKARTA

"Downright!! I like to see your comments yesterday.
but genuiness I do not suspect, in the reality you are a student of Da’wa.
I sure you very is taking a fancy to studies or discussion which have west friction breath and east. And my handshake, greeting recognize we will compare notes effectively. Greet to return for FKM BPI/BKI Se Indonesia of University of Gajah Mada"

Jujur aku sangat tersentak bak peneliti Descartes itu ketika lihat tanggapan kamu kemarin. Aku salut, kayaknya seorang Pizaro ingin sekali menyadarkan seorang Alicia. and also, Oh my Godness seorang alicia dibilang mendramatisir. Tapi asli aku gak sangka, aku kira kamu anak psikologi or filsafat, ternyata mahasiswa Fak. Dakwah dan Komunikasi. Ada ya Fakultas itu, sorry man sumpah aku baru denger. Jurusannya juga Bimbingan dan penyuluhan Islam. Apaan tuh?? Aku bisa dibilang sama kamu, wawasan kamu luas juga. Yang bikin aku senang discuss sama kamu, kalau kasih jawaban kamu selalu menyertakan referensinya. Bang Pizaro orangnya Rajin nih. Minimal aku jadi ketiban pinter lah. Hehehe It’s not like me, tanggapan sekenanya aja. Aku yakin buku kamu banyak. Maka itu aku mau pinjem. Kayaknya tampilan arial lebih enak dibaca.

One more. Kamu ini!! aku malu man disebut ukhti, kalo sama jilbaber UGM, you bolehlah, tapi sama I yang pake jilbab seleboran aja, kadang gak pake, just style aje, trus levis ketat, kalo fitness apa lagi ajegile deh. Kadang selinting rokok pasti dihisap setiap hari. Masak manggil ukhti juga?? Ente becanda kaleee brooo. Aku kenal Islam dari bacaan2 perpus bukan dari pengajian man.

Sekalian aja bro suruh aku ngubek-ngubek seluruh kampus di Jogja. Pokoknya aku mau pinjam sama kamu saja OK.

BACK TO DISCUSS: THE THIRD
I Give you The way of Quo Vadis:
This’ The Right Method

A student of UGM shed tears dot for the shake of dot.. tes..tes..tes.. he weep without because clear, so see its friends.
There'S only letter of Jakarta beside left feet of him.

Olalala.. begitulah perasaanku membaca suratmu. Descartes, Freud, Nietszche.... Kamu ingin jadi psikolog mereka??? Menjelaskan bahwa ucapan mereka sekedar naluri. Tapi psikolog bukan hanya memberitahu bahwa itu adalah naluri, tapi juga menjelaskan kenapa naluri itu ada? Naluri yang akhirnya berbenturan dengan Fithrah ala psikologi Islami: Sebuah pengingkaran terhadap Tuhan!

Sulit rasanya untuk menasehati Nietsczhe agar meletakkan pedangnya di tanah. Lalu menghadap langit bicara kepada Tuhan dan mengadahkan tangan. Mereka bukan Ana dalam cerpenmu yang habis kubaca berkali-kali, yang lekas memburu Foto Foucault ketika melihat tulisan Freud kepada Oskar Pfitser.

Pekembangannya rasionalitas beragama memang melahirkan apa yang sulit dibendung dari doktrin agama, maka itu lahirlah psikologi Agama. Dalam hal ini, perkataanmu apakah mengalami gesekan bahwa dalam hal ini Islam juga harus toleran dengan pendekatan kaum psikolog barat yang mencoba melepas jubah ajeg yang akan menjadi tembok menembus arti mendalam dari Freud. Bisakah ilmu Islam melakukan itu? Melepaskan sejenak doktrinnya dan gentle bertarung dengan Barat hanya dengan bermodal otak saja?

Aku masih belum puas melihat tanggapanmu kemarin. Yang kamu contohkan kemarin lebih kepada temuan semata, bukan suatu konsep utuh dari basis pengembangan Qur’ani dan al-Hadis.

Aku pernah membaca ulasanmu untuk resensi sebuah buku. Di situ kamu juga mengatakan bahwa penulis belum keluar dari pandangan-pandangan tokoh-tokoh klasik. Dalam hal ini aku sepakat sama kamu, kita sepertinya kehilangan para intelektual muslim yang berani meneliti dan membuat bangunan konsep yang orisinal. Kita hanya miris, melihat Barat berhasil membangun ilmunya dan menyebar di pelosok dunia. Ketimbang Islam, yang belum tuntas menyelesaikan filosofi ilmunya dan timpang dalam menyelesaikan PR-PR ilmiahnya.

03 March 2008

SURAT BALASAN UNTUK UKHTINA ALICIA B. PUTRI DARI UGM: DISKUSI KEDUA

Oleh: Pizaro
Mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta

Suatu hari seorang ilmuwan melakukan penelitian di Perpustakaan Rene Descartes di Paris, Perancis. Ketika ia mulai meneliti dengan membongkar sejumlah buku, alangkah kagetnya ia ketika menemukan buku al-Ghazali di sana. Ia lalu membalik halaman dari buku al-Ghazali tersebut. Dan suatu hal yang aneh tidak ia kira, kenyataannya tesa Ghazali bahwa "Keragu-raguan adalah awal keyakinan" diberi tanda jelas oleh pena Descartes. Akhirnya kita bisa menyimpulkan bahwa Filsafat Rasionalisme ala Descartes sudah ulung dibahas al-Ghazali. Maka itu, adalah mungkin Descartes juga banyak belajar

dari al Ghazali"

Alaikum salam wr.wb ya Ukhti….

Quo Vadis Tanggapan Ukhti?: Mencari Kontruksifitas

Salam kenal kembali. Dan titip Salam dari FKM untuk teman-teman civitas akademika Gajah Mada Universiteit. Saya ucapkan terimakasih untuk perhatian anda selama ini. Pertama-tama saya bisa katakan jika anda dalam hal ini cukup kritis. Akan tetapi ada beberapa catatan yang penting untuk karir ilmiah mu nanti.

Intermezo Ghazali dengan Descartes, sekedar perkenalan Dalam surat ini, terlebih ukhti minta memakai Logika Descartes adalam Rasionalitas Ghazali. Pertama, Entahlah tampaknya ada persepsi berbeda mengenai diskusi, karena aduh baru kali ini diskusi itu diatur, maaf sekali lagi. Kita harus sepakat bahwa definisi diskusi adalah eksplorasi wawasan masing-masing dalam mengkaji fenomena yang ada. Saya agak risih jika ada pemaksaan metode yang saya kira tidak tepat. Jika anda katakan bahwa adalah bijak jika setiap kita mengutarakan pemikiran masing-masing, bukankah itu menelan ludah ukhti sendiri? Dan bukankah selama ini justru kebanyakan saya deh yang mengeksplorasi pemikiran. Sedangkan ukhti, tampaknya saya belum lihat tulisanmu untuk membahas (bukan menanggapi hehe) Freud? Hehe.. Jangankan Brill, Klein dan Abraham, lebih dari itu saya ada. Bisa lihat yah di Blogku.

Kedua, ukhtina terlalu mendramatisir. Jika Alicia heran, saya apalagi. Sejak kapan saya memakai masakan sebagai wajah yang sama untuk disandingkan dengan psikoanalisis. It’s just Analogy. Kemudian berlanjut pada materialisme. Tentu kita bisa mendikotomisasi antara materialisme dan materialistic. Tentu itu Beda. Materialistic dapat dibahas dari berbagai pemikiran, termasuk Islam. Sedangkan materialisme adalah dogma yang mengagungkan materi.

Ketiga, justru untuk mengkaji pembahasan kritik, bukankah sepatutnya kita harus memakai pisau analisis yang kritis dengan Freud, betul? Jika saya memakai argument Freudian, tentu kritik yang dihasilkan tidak optimal. Terlebih saya sudah banyak mengupas Freud dalam mainstream Freudian atau neo Freudian. Saya khawatir jika worldview psikodinamik yang msh dipakai, kajian kritik tidak akan berkembang. Dalam sejarah psikologi, anda bisa melihat bahwa psikoanalisis secara tidak langsung menyumbang peradaban psikologi lewat mazhab yang mengkritiknya. Itu mustahil terjadi jika yang dipakai untuk “menghabisi” Freud hanya psikodinamik. Tentu kita tidak akan melihat Behavioristik Pavlov, kita buta untuk memahami Humanistik Maslow or Rogers. Kita tersudut karena hanya bermimpi melihat Trait Theory dari Allport. Kita terilusikan Kreativitas Rollo May, tanpa Fakta. Kita tidak mengenal spirit Logoterapi, jika Frankl berpatokan pada dogma Psikodinamik. Dan say Goodbye untuk psikologi Islami jika begitu. Kenyataannya pembahasan mestilah integratif dan toleran dengan metode berbeda. Kalau ukhti masih keukeuh pada pemahaman otoristik itu, saya khawatir itu akan memojokkan ukhti dalam jurang bernama Stagnasi Ilmu pengetahuan.

Selain itu, Freud terlalu mengagungkan determinasi sejarah sebagai takdir matinya kebebasan humanitas manusia. Tentu menjadi ambivalensi dengan nama mazhab yang melekat dengan psikologi “esek-esek” Freud yaitu psikodinamika yang menitiberatkan terhadap konstelasi jiwa manusia.


Temuan Ilmiah: The Facts!

Ukhti jangan kaget, bahwa kajian Freud sudah lebih dahulu dikaji At-Tirmidzi. Itu Islam lho. Yaitu jika Freud dikenal sebagai peletak teori cinta-kebencian dan kematian-kehidupan, sementara itu at-Tirmidzi, pada abad ke-9 telah mengemukakan dualitas yang ditemukan jauh sebelum Freud lahir. Dalam buku Al Masail Al Makmunah, at-Tirmidzi berkata:

“Berbagai kecenderungan hati mengarah kepada cinta dan kehidupan sedangkan berbagai syahwat naluri mengarah kepada kematian dan kekuasaan. Hati adalah tempat diletakannya cinta. Sesungguhnya kehidupan timbul dari cinta. Adalah pengetahuan, ia tempat disimpannya cinta. Dengan demikian, hati akan hidup oleh pengetahuan yang selanjutnya ia menjadi ringan. Ketika hati telah ringan, ia akan cepat kepada ketaatan.”[1]

At-Tirmidzi berpandangan bahwa kehidupan dan cinta adalah selalu berdampingan. Adapun sumber berbagai naluri dan syahwat adalah sesuatu yang diletakkan di dalam diri manusia, yaitu kematian dan kekuatan. Kematian dan kekuatan selalu berdampingan. Sedangkan cinta dan kehidupan, keduanya selalu dibarengi dengan keringanan, kebahagiaan, kecongkakan, dan kasih sayang. Adapun kematian dan kekuatan, keduanya selalu dibarengi dengan keterbebanan, kesedihan, ketidakmenentuan, dan kekerasan.[2] Hebat kan?

Menurut saya tuduhan Ilmuwan muslim tidak melakukan pembatahan terhadap teori Freud lewat metode Ilmiah, adalah tuduhan tak mendasar. Ibrahim al-Jamal menemukan temuan yang berbeda dalam oedipus komplek. Menurutnya, suatu kali yang terjadi adalah kebalikan dari skema anak cinta ibu dalam kompleks Oedipus seperti yang ia temukan dalam suatu tes kejiwaan. Selama ini kita kenal bahwa kompleks tak lazim ini berpusat kepada aktivitas erotik sang anak terhadap ibu atau ayahnya. Namun kita tak dapat mengelak ketika yang terjadi adalah tak jarang seorang ibu yang sangat mencintai anaknya, hingga keduanya mengalami problem-problem psikologis.[3] Sebelumnya juga Badri nemukan perbedaan persepsi pada insting mati di Masyarakat Sudan. Hehehe baca lagi dunks tulisan epistemologiku yang pertama.

Zainal Abidin dalam disertasinya seperti dikutip Wirawan Sarwono tidak menemui adanya kaitan insting mati dengan penghakiman masa yang kerap terjadi di Indonesia. Ia telah meneliti sejumlah pelaku penghakiman massa di daerah Tangerang, dan menemukan bahwa prasangka merupakan salah satu penyebab dari perilaku tidak berperikemanusiaan, khususnya prasangka pada penegakan hukum. Seperti ucapannya:

“Jika pelaku mempersepsi bahwa perangkat hukum berjalan tidak semestinya, sehingga aksi yang dilakukan oleh para penjahat terus berlangsung di wilayahnya, maka ia merasa perlu untuk menegakkan hukumnya sendiri.”[4]

Pendapat Abidin ini didasarkan dari pengakuan-pengakuan presekutor dalam wawancara seperti dikutip di bawah ini:

“Saya percaya hukum, tetapi maling itu tetap harus dihabisi. Polisi tidak akan menghabisi mereka sehingga mereka akan selalu ada. Seandainya di kampung saya ada maling tertangkap lagi, apalagi sampai membunuh korbannya, saya pasti akan menghabisinya lagi. Soalnya saya gemes pada maling.

Maling mah tetep maling, jadi harus diberi pelajarannya keras, sampai mati. Ditahan polisi paling 2-3 tahun, dan begitu keluar dia akan jadi maling lagi.”[5]

Dalam penelitiannya, Abidin menyimpulkan bahwa ketidakpercayaan kepada aparat, keinginan untuk membela diri karena aparat tidak bisa diandalkan, dan penjahat itu bukan manusia, tetapi hanya “maling”, memotivasi massa untuk melakukan tindak kekerasan.


Kontroversi Agama Freud dan Nietsczhe

Ada suatu paradigma yang salah dalam melihat ateisme dalam sisi ilmiah selama ini. Saya tidak yakin jika yang dikatakan Nietsczhe dan Freud menjadi tolak ukur pembahasan ilmiah tapi mengasingkan Tuhan. Ukhti tahu? Paul Vitz (1998) seperti dikutip seorang penulis dari Bandung mengungkapkan bahwa penolakan terhadap Tuhan dan agama sering terjadi bukan karena hasil renungan dan penelitian yang sadar. Kita tidak percaya kepada agama bukan karena secara ilmiah, melainkan menemukan agama itu hanya sekumpulan takhayul dan menolak agama bukan karena alasan rasional, melainkan faktor psikologis yang tidak manusia sadari. Nietszhe menolak Tuhan, seperti diakuinya, bukan karena “pemikiran”, melainkan karena “naluri”. Hal yang mencengangkan adalah karena pada kenyataannya ilusi agama Freud secara mentah-mentah mengambil dari Feurbach. “...Teori ini tidak punya dasar dalam psikoanalisis...” ucap seorang penulis. Dan kemudian ia mengatakan bahwasanya Freud hanya sekedar mengemukakan opini pribadinya akan ilusi kesia-kesiaan agama. Freud sendiri memang mengakuinya dalam surat yang dikirim kepada kawannya, Oskar Pfister:

“Marilah kita berterus terang dalam hal ini bahwa pandanganku yang diungkapkan dalam bukuku, The Future of an Illusion, bukanlah bagian dari teori analitis. Semua gagasan di sana hanyalah pandangan pribadiku.”[6]

Storr juga menangkap kesan ambivalensi dalam jejak-jejak agama primitif yang tertuang lewat karya Totem dan Tabu. Ini tidak lain diutarakan karena pernyataan Freud sendiri yang menganggap jika totem dan tabu sekedar dibuat “iseng-iseng” dan Freud berharap orang-orang jangan terlalu mengambil pusing dalam buku yang ditulis ketika gerimis melanda itu.[7]

Ukhti, penolakan terhadap Qur’an dan Hadis terjadi bukan semata-mata karena banyak tudingan non-ilmiah dua sumber Islam itu. Tapi kebanyakan terjadi semata-mata faktor kebencian dan konspirasi. Akhirnya banyak orang (Seperti Michael Walker) yang mendukung teori ateisme, seperti Darwinisme, bukan karena mereka sepakat sama materialisme, namun karena Darwinisme telah mengasingkan Tuhan. Padahal Darwinisme sendiri sudah “dipenjarakan” di Barat dan menghina kaum Barat sendiri. Emang Ukhti mau dibilang Monyet? Afwan... (Senyum dong)



[1] Amir an-Najar, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern. Penerjemah Ija Suntana (Jakarta: Hikmah, 2004), h. 231.

[2] Ibid., h. 232.

[3] Ibrahim M. al-Jamal, Penyakit-penyakit Hati. Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), Cet. ke-5, h. 209.

[4] Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Prasangka Orang Indonesia: Kumpulan Studi Empirik Prasangka Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h. 96.

[5] Ibid., h. 97.

[6] Paul Vitz merumuskan teori ateisme dari pandangan psikoanalisis Freud – dari Oedipus Complex. Ia menggabungkannya dengan pandangan pribadi Freud tentang proyeksi “pemuasan keinginan”. Di samping proyeksi tentang agama, sekarang ada proyeksi tentang ateisme. Chandra, “Surat Untuk Atheis,” artikel diakses tanggal 9 Januari 2008 dari http://swaramuslim.net/more.php?id=A437_0_1_0_M.

Purwanto menyimpulkan bahwa dinamika ateisme dalam ilmu eksakta dan ilmu sosial sangat berbeda. Ilmu sosial yang sedikit banyak tergambar dalam psikologi, lebih bersifat menyerang paham keagamaan dalam konteks keilmuan. Maka itu, paham ateistik dalam ilmu sosial sangat masif hingga akhirnya bisa saja mereka menyokong suatu teori, semata-mata teori itu menganggungkan ateisme. Ini terjadi jelas pada darwinisme, sekalipun banyak bukti ilmiah menolaknya, teori evolusi toh masih langgeng. Pengakuan Michael Walker juga memperkuat fenomena, ketika ia terpaksa menyimpulkan teori Darwin, hanya karena dianggap meniadakan sang pencipta. Purwanto, Epistemologi Psikologi Islami, h. 16.

[7] Anthony Storr, Freud: Peletak dasar Psikoanalisis. Penerjemah Dean Praty R (Jakarta: Grafiti, 1991), h. 115.

BELAJAR PSIKOLOGI WANITA DARI UMMI KHADIJAH BINTI KHUWAILID radhiallâhu 'anha (Bagian I)

Oleh : Pizaro
Mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta

Psikologi Wanita adalah keteladanan

Dalam konten psikologi Islami, semangat dari psikologi wanita adalah keteladanan. Cara ini dengan mudah untuk di pahami, karena kita dapat melihat realitas yang ada dari tokoh muslimah yang memberikan contoh berakhlak yang baik sebagai wanita. Dalam kesempatan ini, penulis coba akan mengangkat Khadijah binti Khuwailid sebagai jalan menemukan itu.

Istri nabi Muhammad yang pertama ini diangkat semata-mata telah memberikan tafsiran ulang mengenai arti seorang wanita bagi kita semua. Wanita yang tersudutkan terhadap definisi kecantikan dan muda secara empirik, namun terlempar dari fakta keteladanan bagi dinamika kehidupan. Ummi Khadijah bagai dahaga bagi kaum muslim, karena walaupun secara umur jauh diatas Nabi Muhammad dan dapat dibilang sedang melewati masa tua, namun api jiwa enerjiknya terus menyala walau telah disiram “air” setiap saat. Ini penting bagi kita yang justru menaruh makna masa tua sebagai menurunnya aktivitas dan spirit.

Sejatinya masa tua adalah masa penuh kreativitas, masa penuh memberi sumbangsih bagi masyarakat, masa membentuk tujuan mulia di sela-sela kehidupan, bukan masa stagnasi dan persistensi, begitulah dikatakan Erik Hamburger Erikkson dengan skema generativitas dan stagnasinya. Kita akan belajar psikologi itu dengan dosen kita kali ini adalah Khadijah binti Khuwailid.

Asam Garam seorang Istri

Beliau adalah seorang sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Dia adalah putri dari Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Dijuluki ath-Thahirah yakni yang bersih dan suci. Sayyidah Quraisy ini dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat kira-kira 15 tahun sebelum tahun fill (tahun gajah). Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau dikenal sebagai seorang yang teguh dan cerdik dan memiliki perangai yang luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari kaumnya menaruh simpati kepadanya.

Pada mulanya beliau dinikahi oleh Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi yang membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun.Tatkala Abu Halah wafat, beliau dinikahi oleh Atiq bin 'A'id bin Abdullah al-Makhzumi hingga beberapa waktu lamanya namun akhirnya mereka cerai.

Setelah itu banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang menginginkan beliau tetapi beliau memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik putra-putrinya, juga sibuk mengurusi perniagaan yang mana beliau menjadi seorang yang kaya raya. Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi'tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, maka beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah. Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama Maisarah dan Allah menjadikan perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang banyak. Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagamana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain.

Kepercayaan Diri seorang Wanita

Suatu kali Ummi Khadijah merasa pesimis; apa mungkin pemuda tersebut mau menikahinya, mengingat umurnya sudah renta, bayangkan 40 tahun? Apa kata orang-orang nantinya karena ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya?

Maka disaat dia bingung dan gelisah karena problem yang menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khodijah tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya. Nafisah layaknya konselor mencoba membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta dan berparas cantik.Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang melamarnya.

Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya:

Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?

Muhammad : Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah .

Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?

Muhammad : Siapa dia ?

Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti Khuwailid

Muhammad : Jika dia setuju maka akupun setuju.

Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.

Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri. Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka dihadiahkanlah oleh Khadijah kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad ingin mengembil salah seorang dari putra pamannya, Abu Tholib, maka Khadijah menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Tholib radhiallâhu 'anhu agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.

Di sinlah letak keberanian dan bentuk PD seorang wanita yang tidak harus dipusingkan dengan kecantikkan dan melulu ingin merasa muda secara fisik. Karena bagi Ummi segalanya adalah kedewasaan hati dan keikhlasan atas potensi diri yang membuatnya yakin bahwa Muhammad adalah pilihan terbaik dan mau meminangnya.

Sebuah Komitmen Teguh

Jika Sternberg memberi sinyal komitmen adalah bagian inti dari cinta sejati, namun tak ada orang selain Khadijah yang memberikan komitmen melebihi garis yang didefinisikan Sternberg. Suatu ketika Allah Ta'ala menjadikan Muhammad al-Amin ash-Shiddiq menyukai Khalwat (menyendiri), bahkan tiada suatu aktifitas yang lebih ia sukai dari pada menyendiri. Beliau menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah di Gua Hira' sebulan penuh pada setiap tahunnya. Beliau tinggal didalamnya beberapa malam dengan bekal yang sedikit jauh dari perbuatan sia-sia yang dilakukan oleh orang-orang Makkah yakni menyembah berhala dan lain –lain.

Sayyidah ath-Thahirah tidak merasa tertekan dengan tindakan Muhammad yang terkadang harus berpisah jauh darinya, tidak pula beliau mengusir kegalauannya dengan banyak pertanyaan maupun mengobrol yang tidak berguna, bahkan beliau mencurahkan segala kemampuannya untuk membantu suaminya dengan cara menjaga dan menyelesaikan tugas yang harus dia kerjakan dirumah. Apabila dia melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke gua, kedua matanya senantiasa mengikuti suaminya terkasih dari jauh. Bahkan dia juga menyuruh orang-orang untuk menjaga beliau tanpa mengganggu suaminya yang sedang menyendiri.

Ketika Rasullullah mulai mendekam di Gua Hira dan mendapatkan wahyu yang membuat Rasululah ketakutan dengan minta untuk diselimutkan. Maka Istri yang dicintainya dan yang cerdas itu menghiburnya dengan percaya diri dan penuh keyakinan, berkatalah ia: "Allah akan menjaga kita wahai Abu Qasim, bergembiralah wahai putra pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, sugguh aku berharap agar anda menjadi Nabi bagi umat ini. Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, sesungguhnya anda telah menyambung silaturahmi, memikul beban orang yang memerlukan, memuliakan tamu dan menolong para pelaku kebenaran.

Maka menjadi tentramlah hati Nabi berkat dukungan ini dan kembalilah ketenangan beliau karena pembenaran dari istrinya dan keimanannya terhadap apa yang beliau bawa. Sebagai istri, khadijah tahu betul psikologis Rasulullah dan apa yang diinginkan sang suami jika mendalami situasi mencekam yaitu sifat menghibur dan memberi situasi nyaman.

Khadijah akhirnya merubah mindset gagi kita, jika istri tidak lantas menjadi redup jika sang suami mengalami kesulitan. Akan tetapi, situasinya harus melengkapi dan khadijah melalukan itu dengan terkesan menjadi “suami” bukan istri dalam definisi sempit. Inilah sebuah pencerdasan paradigma perempuan untuk bersama-sama kontrukstif dalam bingkai rumah tangga. Tdiak lantas surut ketika situasi sang suami ditimpa musibah. Karena suami bukanlah segala-galanya, ia juga makhluk lemah, bisa sakit, dan sewaktu-waktu bisa meninggalkan kita semua.