Oleh : Muslihun El-Bimany*
(Mahasiswa BPI UIN Jakarta)
(Mahasiswa BPI UIN Jakarta)
A. Mengapa kekerasan begitu lekat dengan masyarakat kita……?
Kekerasan tampaknya telah membudaya dalam masyarakat. Hal itu di tandai dengan praktik kekerasan yang banyak terjadi dalam masyarakat dimana pelaku menggunakan kekerasan dengan tampa penyesalan serta adanya anggapan bahwa kekerasan itu hal yang wajar dan terus dibiarkan terjadi bahkan dalan dunia pendidikan seperti yang terjadi dikampus IPDN Jatinangor. Dalam kehidupan masyarakat, kekerasan sering juga dialami oleh anak jalanan dan pekerja sek komersial yang dianggap kriminal dan diciduk oleh aparat trantib dalam rajia. Contoh ialah situasi diterminal-terminal umum yang tidak menyediakan rasa aman bagi pengunjung dan penumpang kendaraan umum yang melaluinya.
Jika budaya di artikan sebagai a kind of speech, maka kekerasan telah menjadi cara bicara masyarakat dalam melakukan pendidikan untuk keberlangsungan regenerasinya, baik pendidikan formal maupun non formal. Dengan demikian kondisi kekerasan sudah sangat menghawatirkan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Bagaimana proses membiaknya kekerasan sehingga menjadi budaya sehari-hari dalam masyarakat dapat dilihat di berbagai jenis pendidikan diberbagai tingkatan masyarakat seperti keluarga, kebiasaan lingkungan, dan kebijakan negara.
B. Keluaga Sebagai lembaga Pendidikan Dasar Masyarakat
Keluarga merupakan lembaga social yang mendasar dan kuat dalam membentuk nilai seseorang. Oleh karna itu keluarga harus mendapatkan perhatian yang serius dalam rangka mengurangi budaya kekerasan dalam masyarakat. Kebiasaan anggota keluarga yang lebih tua, terutama orang tua, sangat berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dimiliki anak. Pertama-tama anak-anak akan melakukan peniruan atau imitasi terhadap perilaku orang lain, terutama orang terdekatnya. Bila dalam komunikasi keluarga banyak nilai-nilai kekerasan dan diskriminasi, maka anak akan menirunya. Misal terjadi kekerasan kepada istri, maka anak-anak akan meniru pola ini hingga dewasa, sampai ada penyadaran yang kuat baik dari diri sendiri maupun lingkungan yang mendukung untuk menghentikan kekerasan itu.
C. Kekerasan Dalam Pendidikan Formal
Sekarang banyak kekerasa terjadi terhadap anak baik oleh orang dewasa maupun oleh anak-anak. Contoh yang masih segar karna mendapat perhatian publik luas adalah kematian anak karna ditimpa teman mainnya ,dengan meniru adegan smack-down. Anak-anak dan remaja juga sering mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh yang disenangi baik dalam film, play station maupun hiburan lainnya termasuk adegan-adegan kekerasan dari tokoh idolanya.
Beberapa minggu yang lalu kita jugga dikejutkan dengan kematian 2 orang siswa sekolah dasar yang dibunuh oleh teman sebayanya sendiri di daerah klender Jakarta timur. Apa kaitannya dengan kejadian kekerasan antar anak-anak dengan sekolah formal, mungki karena dalam sekolah formal tidak ada pengetahuan ketrampilan lyang memedai untuk menghentikan perilaku kekerasan walaupun tentu saja ini juga tidak lepas dari keluarga dimana anak berasal, lingkunganh serta peran media massa. Yang menghawatirkan adalah adanya proses pembiaraaan nterhadap perilaku kekerasan, sehingga lama kelamaan kekerasan bukan lagi hal asing, bahkan dalam tingkat tertentu menjadi bagian dari budaya atau cara lembaga pendidikan berbicara mengenai pendidikannya.
D. Lingkungan Masyarakat Yang Tidak Aman
Fenomenalain dari lingkungan syuarat kekerasan adalah pada peristiwa razia pada anak jalanan dan perempuan pekerja seks komersial. Tujuan dari razia sangat baik, yaitu upaya menjaring orang-orang yang mengalami masalah dan membina mereka agar dapat melakukan kegiatan selayaknya masyarakat pada imimnya. Masalahnya kegiatan yang dilakukan oleh aparat trantib ini adalah pada pendekatan yang sarat dengan kekerasan dan terkesan over acting. Mereka tidak beruntung dan hidup dijalanan diperlakukan selayaknya kriminal. Mereka yang terjaring, sebagian besar perempuan, sangt renta mengalamu pelecehan, bahkan oleh aparat. Belum lagi, kerapnya terjadi salah tangkap. Tidak jarang anak jalanan yang bina oleh suatu lembaga swadaya masyarakat, dan ketika sedang jalan malam untuk mengamen terkena ciduk aparat yang sedang melakukan razia. Pemberlakuan peraturan daerah (perda) khusus juga memicu banyaknya kejadian salah tangkap dimana lagi-lagi banyak memakan korban perempuan yang sehari-harinya harus keluar malam untuk bekerja atau bepergian seperti yang dialami oleh seorang warga di Tangerang baru-baru ini (lihat tempo terbit Rabu 20 juni 2007). Tidak jarang masyarakat yang menjadi korban salah tangkap menjadi trauma untuk menjalankan pekerjaan sehari-harinya.
E. Tanggungjawab Ke Depan
Kalau kita lihat pola pendidikan yang mempengaeuhi pola perilaku kekerasan di masyarakatm kita tidak dapat meninggalkan institusi keluarga tempat anak-anak berasal dan dibina. Oleh karna itu peran keluarga dalam pendidikan moral anggotanya ksangat besar dimasa mendatang.
Selain itu lembaga agama juga memiliki peran yang sangt besar. Keluarga pada umumnya diyakini sebagai institusi publik yang memiliki hak-hak privat. Tidak semua orang yang dapat memasuki wilayah keluarga, bahkan negara sebaiknya ktidak terlalu ikut campur mengintervensi keluarga dalam melakukan pendidikan moral, terkecuali membuat kebijakan penyediaan sarana prasarana untuk menunjangnya. Berbeda dengan negara, lembaga agama dapat masuk kewilayah pribadi dan keluarga jauh lebih dalam. Melalui pengajian-pengajian di mesjid dan surau-surau, melalui pembinaan layanan di gereja-gereja, dan layanan umat duberbagai agama oleh para ulam dan pimpinannya. Selai tokoh agama, tokoh adat dalam masyarakat dapat juga menjadi figure kuat untuk memberi pembinaan morak kepada anggota adatnya. Melalui lembaga agama, tokoh agama dapat belajar bersama warga dan membina mereka mengenai bagaimana mendidik anak yang baik.(wallahu alam)
No comments:
Post a Comment