Jeruk Bali Makan UGM
aku tidak begitu menyadari apakah kita sedang masuk wilayah filososfis-rasionalitik yang bisa dan absurd. Mas Piza dunia ini terlalu fasis bagiku, aku merasa sepi-sepi dan sendiri tidak mengenal apa itu lautan dan matahari. kakiku terikat. Tolong kenalkan aku dengan Cinta
Sudah tidak Freudian lagikah engkau?? aku berkesempatan ingin bertemu. minggu ini aku akan ke Jakarta.. mencari identitas kemunafikan dalam dunia ini, sejenak melepaskan refleksismu otokratik. Komposisi elit terlau ekslusif. aku sayang kau punya adik, wajahnya cantik. kulitnya bersih. setiap aktivis UGM aku tahu jatuh hati dengan dia. aku senang kau punya adik berjilbab lebar. Perempuan ini sangat menjaga hubungan pria dan wanita. Tahu Islam begitu banyak, akhlaknya bagus, tapi aku disakitinya, omongannya kepadaku sangat pedas. Islam seperti apa yang diinginkannya? Wajah cantik, tapi hatinya garangkah?? Islamisme garang kalau begitu dong. Tapi yang jelas dia manis, putihnya kulit itu walau tak pernah terlihat, karena tertutup handset. tolong kau punya adik dijaga. btw siapa itu si kecil lutuna berjilbab pink
Lupakanlah, akau hanya mau diskusi panjang denganmu. Aku pikir riskan betul jika bertahan pada ontologis tauhid yang melankolik dua hal saja.
1. Basic filosofik keilmuan
2. Universalitas Rasionalitas-Empirik
Kedua hal ini sedikit banyak ditinggalkan oleh rakyat muslim, aku tahulah apa arti itu semua. Yah betul mungkin aku terlalu menyeret ini pada problem filosofik, tapi munafiklah jika psikologi islami tak mau filsafat, tahu dikit lah dari filsafat Islam bak Kindi, Ghazali, Arabi, dan Iqbal, baru lahirlah namanya psikologi itu.
Dalam perbedaan segmentasi aksiologis pada basik Islamisme psikologi, tentu ada hal yang belum tuntas, sekedar Islam agama rahmat bagi sekian alam? juga belum tuntas, bahkan pas juga belum. Tolak ukurnya pasti belibet kata orag-orang.
Freud mendelegasikan bahwa “Kamu…aku …adalah penghuni neraka, ucapkan salam pada seksualitas diri”, suruh turun saja itu kakakmu itu bicara denganku empat mata, kalau begitu. Betulkan? Sekalipun spekulatif, namun ada sisi tolak ukur yang tak terjadi pada Islamisme Psikologi
Itulah yang aku agak kurang suka menggali intelektual saintifik Islamisme psikologi. Hanya bisa baca kitab belum cukup. Pada gak doyan penelitian and riset, itu perlu kalau mau serius ngepositivistik. Aku jadi semakin bingung, positivstik yang dilakuin anak-anak alim masih agama an sich. Inginlah aku dengar tentang kreativitas, kognisi belajar, dan lainnya itu. Sekarang itu yang ada bikin Boooriiinnngggg Tooooottttaaallll Baaannngeet (BTB) Hubungan sholat dengan sikap mas Karjo lah, Pengaruh Beribadah dengan apa lah gitu, kaya- begitu2 lah. Necis banget beragama Islamnya. Gak canggih penelitiannya, jayus.
Begini saja, kita harus gentel kan bertarung secara terbuka. kau siapkan senjatamu, boleh juga koalisi dengan adikmu. aku tidak takut. kita bicara konsep, filsafat ilmunya.jangan bawa dogma, aku tidak suka.
Aku ingin tanya pada cantiknya kau punya adik dan kau sendiri:
1. Indikatornya apa optimisme dari semangat Islamisme Psikologimu
2. DSM adakah di Islamisme Psikologi, kenapa harus pakai nama DSM
Hatiku pedih..
Semoga FKM mentolerir isi tulisan seperti tulisanku ini. karena aku cinta Bimbingan dan Penyuluhan Islam
No comments:
Post a Comment