02 June 2008

Pacaran dan free seks dikalangan mahasiswa (perspektif Hukum Islam)

Bahan diskusi mingguan BEMJ BPI IAIN Walisongo Semarang
Oleh : Ati mu’jizati
Sumber Rujukan: MK Ushul Fiqih
Dosen pengampu: faozi Umma M. Si
Pendahuluaan
Apabila klasifikasi manusia dibagi menjadi fase 20 – an, maka mahasiswa merupakan sosok manusia yang mengalami masa transisi dari fase usia remaja ke usia dewasa, pada masa transisi ini getraran hasrat terhadap lawan jenisnya semakin kencang, memang di saaat di SLTP dan SMU seorang remaja ada yang sudah merasakan hasrat terhadap lawan jenisnya namun itu baru tahapan “ cinta monyet” akan tetapi ketika sudah menginjak menjadi mahasiswa, rasa cinta itu berubah ketingkat “Cinta serius” menuju ke pernikahan.
Sebelum kedua insan lawan jenis mengukuhkan cintanya dalam ikatan pernikahan , sering kali di dahului dengan proses yang di sebut dengan “pacaran” pacaran kini telah menjadi fenomena masyarakat, khusunya dikalangan mahasiswa. Namun prilaku pacaran tersebut sering kali kemudian berkembang kearah terjadinya free seks atau free love yang berarti “ageed sexsual relations without marriage” yaitu kesepakatan untuk melakukan hubungan seksual tanpa pernikahan.
Pembahasaan
Sebelum dua insan lawan jenis mewujudkan cintanya dalam ikatan pernikahan hal pertama kali yang arus diperhtikan adalah saling mengenal dan memahami masing- masig hal ini dimaksud agar rumah tangga yang akan dibina semakin kokoh dan dapat berlangsung damai tanpa ada percekcokan yang berakibat pada terjadinya perceraian. Dalam tahapan saling mengenal dan memahami, Islam mengajarkan agar masing- masing memilih pasangan lebih berdasar atas agama dan ahlaknya, bukan semata – mata atas dasar rupa, profesi, dan harta. tidak menjadi pertimbangan, karena dengan landasan agama yang kuat dan ahlak yang baik maka ikatan rumah tangga yang akan di bangun menjadi kokoh, sedangkan rupa, profesi dan harta tidak akan berguna jika masing-masing calon pasangannya lemah agama, atau buruk ahlaknya.
Langkah mengenal dan memahami sifat masing- masing itulah yang dalam hukum islam di kenal dengan langkah khitbah, dalam literature hukum islam, khitbah hanya menjadi hak laki-laki, yakni dengan melihat wajah dan kedua telapak tangan perempuan yang akan dinikahinya, pengertian khitbah ini pun merupakan bias gender karena menempatkan laki-laki sebagai subyek dan perempuan sebagai obyek, hal ini dikarenakan kitab- kitab fiqih di susun oleh laki-laki dan di tengah –tengah tradisi patriarki yang telah mengakar kuat di masyarakat saat itu.
Dalam konteks sekarang khitbah bukan hanya menjadi hak laki-laki saja melainkan juga hak perempuan, bentuknya pun bukan hanya sekedar melihat wajah dan dua telapak tagan masing-masing saja melainkan juga dapat saling berbicara, dengan demikian masing- masing bisa saling mengenal dan memahami lebih mendalam tentang sifat dan karakternya, dan lebih- lebih ahlaknya .
Kalau pacaran dalam makna mengenal dan memahami sifat masing –masing tersebut hukumnya sunnah, pemikiran semacam ini bukan berarti membenarkan hubungan gaya hidup barat yang menghalalkan segala kebebasan, bahkan hubungan sesama jenispun di-legal-kan dengan dalih HAM sebaliknya apabila dalam prilaku pacaran tersebut justru menjurus ke prilaku free seks yang identik dengan perbuatan ZINA maka hukumnya menjadi haram keharaman tersebut di dasarkan atas metode istinbat hukum yang dalam Ushul fiqih di kenal dengan nama”Sadd al dzari’ah” yakni menyumbat jalan yang isa menuju kepada perbuatan yang berbahaya, dalam hal ini prilaku pacaran tersebut menjadi jalan menuju perzinaan.

1 comment:

rainbeaudahm said...

Spade Stainless Steel Stainless Steel Stainless Steel - iTanium
A stainless steel solid stainless steel safety razor with a titanium nitride snap closure lets you titanium mesh adjust aluminum vs titanium the blade gap to ensure optimum blade pure titanium earrings gap and titanium rainbow quartz for your blade