02 November 2007

PSIKOLOGI IHSAN

Oleh: Ruyatna*
“ihsan itu adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesunguhnya DIA pasti melihat kamu
(HR Muslin)

Petikan isi Hadist diatas adalah salah satu dialog antara malaikat Jibril dengan rasulullah SAW dihadapan para sahabat saat itu, Jibril sengaja datang kepada Rasul dan para sahabat untuk mengajarkan ilmu tentang prinsip-prinsip mendasar agama Allah.Imam Yahya Bin Syafrudin An-Nawawi dalam membahas hadist ini menyatakan bahwa ihsan itu setara dengan para shiddiqin, yaitu orang –orang yang senantiasa menghendaki ridha Allah. Maqam para shidiqin ini tingkatannya bahkan lebih tinggi dari para mukhlisin (orang-orang ikhlas)

Dalam hadist tersebut sesungguhnya disebutkan tentang tiga hal utama prinsip-prinsip agaman yakni Iman, Islam dan Ihsan, ketiganya adalah trilogi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.Ihsan sebagai bagian dari trilogi prinsip-prinsip dasar agama (iman, islam dan ihsan), pada tataran sesungguhnya ternyata tidak hanya sekedar berbuat baik. Ihsan dalam artian yang sesungguhnya adalah berbuat yang terbaik. Inilah sesungguhnya yang tergambar dari pesan hadist di atas.Perbuatan baik (ihsan) yang diiringi dengan sikap merasa diawasi Allah (muraqabatullah). Dan bagi mereka yang berbuat yang terbaik inilah Allah SWT menyebutnya dalam al-qur’an sebagai muhsinin (orang-orang yang berbuat ihsan) dan paling tidak al-qur’an menyebutnya sebanyak 38 kali penyebutan muhsin, diiringi adanya ketegasan tentang kecintaan Allah kepada mereka serta pahala yang akan diberikan kepada mereka.

Pada tataran kejiwaaan atau psikologis, sikap tersebut diatas akan membentuk pribadi Manusia yang memiliki totalitas ibadah spiritual dan beragama yang kuat. Dan sudah dapat dipastikan mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap Tuhannya. Ia akan menggantungkan diri sepenuhnya kepada-Nya, apapun yang terjadi merupakan kehendak-Nya yang dapat dijadikan kelebihan yang positif untuk dapat meningkatkan nilai ibadah. Sedangkan mereka yang memiliki sedikit keimanan dan nilai muraqabatullahnya kepada Allah dalam hatinya akan sangat jauh sekali memandang sesuatu sebagai ibadah. Justru akan sering menyalahkan kekuasaan atau takdir Tuhan sebagai sesuatu yang hanya merugikan. Aktivitasnya tidak pernah dicampuri dengan ibadah atau nilai-nilai spiritual. Bahkan tidak pernah mau peduli akan urusan akhirat atau agama.

Berbuat Ihsan di iringi sikap merasa diawasi Allah, sesungguhnya telah membentuk watak dan pribadi yang unggul dihadapan Allah, tengoklah sebuah kisah saat sang Khalifah Umar membujuk seorang anak agar bersedia memberikan hewan gembalaan milik majikannya, namun anak tersebut menolaknya karena merasa bukan haknya menjual hewan gembalaan tersebut, sang khalifah pun tetap membujuk dengan seraya mengatakan hanya mereka saja berdua yang tahu, majikannya tidak akan tahu jika hewan gembalaannya ini dijual. Namun dengan mantap serta merta anak tersebut mengatakan “ lalu dimanakah Allah..?” kalimat yang muncul dari bibir anak ini mampu membuat takjub relung hati sang khalifah. Bagaimana tidak, seorang anak kecil sudah mampu merealisasikan nilai-nilai ihsan dan pribadinya sudah terbentuk watak dan pribadi unggul dihadapan Allah. Wallahu alam

*Penulis adalah Mahasiswa BPI UIN Jakarta



Label:

| | Comments (1) |

No comments: