23 March 2008

MENJADI ISLAM PSIKOLOGI YANG POSITIVISTIK

SISY ALVIANNA ANASTASI RAYSA

Mahasiswi Angk. 2006 Fak. Psikologi UGM
Peminat Sains

Pertama-tama izinkan saya mengucapkan selamat wisuda terhadap saudara Pizaro dari UIN Jakarta. Termakasih atas dialogia dan tukar-tukaran wawasan selama ini walau terpisah ruang dan waktu. Kelak ilmunya akan bermanfaat dan berguna bagi dialektika psikologi dan Konseling Islam. Ini permintaan yang boleh dipenuhi boleh tidak, boleh kan skripsinya dikirim ke Jogja sebagai pembelajaran ke depan bagi saya, yang terbilang diberi hidayah oleh Alloh Subhana wa Ta'ala untuk mencintai psikologi dan kelak berguna bagi teman-teman se-diskusi di UGM. S2 dimana mas? Semoga, Amin.

Jeruk mkan jeruk tak berlaku bagi saya, mungkin karena sudah menjadi adat di UGM untuk menysihkan idiom nepotis dalam dialog. dan akhirnya saya juga ingin menghantam pandapat seorang teman yang sama-sama dari UGM. Dalam hal ini tulisan saya lebih mencoba untuk mengklarifikasi tudingan atas mungkin lebih ke arah Suudzon wilayah positivistik yang disisihkan konten psikologi Islam. Dlam tulisannya, Alicia Putri yang kebetulan saya tahu mahasisawa Idealis , tampak serius membahas area positivistik yang trelampau remeh dikaji personil psikologi UGM.

Sya pikir ini bak bola panas, yang akhirnya coba dilwan tanding sahabat saya, sdr. Pizaro yang membri bukti bahwa tuduhan sdri Alicia jauh panggang di ats api. nmun yang menjadi perhatian saya, kok bisa mahasiswa UGM tidak mengerti manifesto Islam dan Psikologi dan (mungkin) terlalu membuat pusing sdr. Pizaro, (mungkin) makanya Pizaro tidak balas-balas lagi suratnya. Padahal jawabannya sudah sangt jeals sekali, kalau saya jadi Alicia saya sudah paham betul dan permaslahan selesai. saya denagn seorang teman, sampai mau berkata jangan..jangan?

Alicia mahasiswi yang cantik, secantik pemikirannya, sebagai seorang jilbaber yang dikritik, saya hanya mau menyampaikan, ada mainsteram yang tidak jelas dalam Filosofi kritik yang digugat Alicia.

Dalam sejarahnya arti dari sentuhan positivistik dari Barat, toh juga belum sampai titik maksimal, saya tahu pasti dari sekian psikodiagnostik yang saya pelajari, tidak semua bermuara pada penyelsaian utuh dalam mencari identitas manusia. ketika saya, memakai jilbab panjang dan tertutup, apakah gambaran diri saya akhirnya mendefinisikan seorang Sisy tidak suka mendenagrkan perasaan orang lain dan terkesan introvert karena terurai denagn jilbab panjang.

Kedua, saya sepakat problem worldview mesti dirubah. adalah waktu dan kerja keras yang akan memberikan gambrn ideal antara ranah postivistik dan psikologi Islam. saya yakin, itu bisa. bahkan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam sudah memulainya.

apa yang diteliti kawan-kawan (maksudnya anak-anak Jamaah Sholahuddin atau Jilbaber, atau alim ulama?) dalam mencari ruang positivistik yang bermain di psikologi Islam, saya kira perlu diapresiasi. Ini tonggak yang membuktikan, kita gentle bertarung. Kita bukan penegcut, karena ISLAM menghargai ilmu pengetahuan.

apa yang terjadi di Renaisans mempunyai garis pembatas yang beda. Doktrin gereja mengontrol penuh ilmu, berbeda dengn Islam yang menghargai bukan mengontrol, selebihnya Islam memberi cara pandang dengn rasionalisasi, bukan Otokrasi layaknya Gereja dalam masa sebelum Renaisans.

Kita memang butuh banyak waktu, diskusi dan pemikiran, dan jangan aneh ada DSM ala psikologi Islam untuk menjelaskan penyakit hati. Kita yakin itu nantinya. ini bukan sekedar omong kosong.

Sya juga yakin prospek Bimbingan dan Penyuluhan atau konseling Islam akan segera mendulang decak dunia, karena sentuhannya yang lebih mendalam. terkadang Ilmu yang kompleks, toh tidak juga melahirkan penyelesaian yang optimal, bnayak sentuhan Agama dalam basis psikologis dari kalanagn konselor muslim (sekalipun bkan berasal dari profesiona) justru digandrungi ketimbang psikolog atau Doktor Psikologi. Ini yang kita katakan sebagai pemahaman kasus dengn melihat karakter dan kultural konseli.

Jangan terlalu berpikir jauh atas kerja keras yang dilakukan kalangan psikolog muslim, itu smeua dilandasi atas kecintaan terhadap manusia dan ilmu, bukan saling sikut-sikutan untuk sok berkata "aku yang terbaik" dan yang lain tidak ilmiah. kita tunggu siapa yang akan memberi ketentraman di dunia? Selamat datang dalam ranah aksiologis


No comments: